Hang Out Hangat Oom Brill

Thursday, April 5, 2007

Apatis Oh Apatis...

“Gue gak yakin Pak RW mau mengaudit uang kas,” ucap Wahyu.

“Kenapa loe gak yakin gitu?” tanya Wawan.

“Susah, Bos, melakukan audit, tapi uangnya gak jelas larinya kemana, dipakai apa,”

Bukan cuma Wahyu yang punya sikap apatis, mayoritas masyarakat kita sekarang terjangkit sikap itu. Tak percaya lagi dengan apa yang akan dilakukan orang, padahal orang itu punya niat baik. Tak percaya lagi dengan tindakan orang, padahal tindakan orang itu sebetulnya menimbulkan dampak positif.

Buat mereka yang suka nonton televisi atau baca koran, melihat orang-orang yang diadili gara-gara kasus korupsi pasti geleng-geleng kepala. Sedikitnya ada dua hal kenapa mereka geleng-geleng kepala. Pertama, mereka tak percaya, Koruptor tadi mengambil uang sebanyak itu. Bagaimana caranya? Dimana uang itu berada? Lalu dibuat apa uang hasil korupsi itu? Kedua, mereka tak percaya wajah sang Koruptor. Ternyata seorang yang bertampang alim, selalu menggunakan peci, dan memelihara jangut, tak menjamin orang itu bebas Korupsi.

Dalam dunia politik, sikap apatis paling banyak contohnya. Sebelumnya berteriak-teriak membela rakyat, belakangan begitu mendapat jabatan lupa diri. Sebelumnya dianggap reformis, begitu mendapat kesempatan emas duduk di tempat yang basah, berubah menjadi Koruptor. Sikap apatis tentu bukan cuma ada dalam dunia politik. Dalam lingkup kerja di kantor, sikap apatis juga tumbuh subur bak jamur. Karyawan tak lagi punya motivasi pada pekerjaan, pada atasan, atau bahkan pada lingkungan kerja.

“Satu-satunya cara agar sikap itu hilang, elo kudu berubah!”

“Maksud loe berubah?”

“Kalo elo sudah gak cocok, gak suka, keluar! Bisanya jangan cuma ngedumel aja. Berubah!”

Tanpa perubahan, sikap apatis akan tetap ada. Sikap apatis sangat destruktif, merusak motivasi diri. Ingat! Tanpa motivasi, kita tak akan punya semangat kerja. Kalau tak punya semangat, tentu tak ada produktivitas kerja. Seperti lingkaran setan, perusahaan akan rugi punya karyawan yang tak produktif. Sebaliknya karyawan yang tak produktif akan menghancurkan diri mereka sendiri. Mana yang Anda pilih?
posted by Lab School 88 at 9:11 PM 0 comments

Roda Hidup

Berapa lama Anda bisa sombong? Berapa lama Anda bisa punya gengsi? Tak ada yang tahu, tak ada yang mengerti. Satu hal yang pasti, Tuhan akan memberi kita kenikmatan dan kesusahan.

“Seharusnya dia bersyukur masih bisa dikasih penyakit,” komentar Dimas.

“Ada-ada, loe, masa lagi sakit disuruh bersyukur?” Widi tak faham.

“Elo tahu gak, sakit itu bisa menyadarkan orang. Kalo orang gak dikasih sakit, pasti dia akan merasa sombong, angkuh. Nah, Tuhan akan mencabut nikmat sehatnya, dengan mengirim penyakit,” jelas Dimas panjang lebar, sedikit berfilsafat.

Itulah roda hidup. Jika hari ini Anda berada di bawah, di saat nanti Anda pasti akan merasakan berada di puncak sukses. Sebaliknya, jika detik ini Anda kaya raya, bukan tidak mungkin Anda akan terpuruk, benar-benar ditelan bumi.

Roda hidup memberikan pelajaran buat kita. Kalau kita sadar, pelajaran yang paling dominan adalah, kita dipaksa untuk terus bekerja keras, terus belajar, dan tak mudah putus asa. Roda hidup akan menempa kita pada hal-hal yang kruisial sekalipun, ketika di bawah, maupun ketika kita di atas.

Anda pasti banyak menjumpai, anak-anak kaya yang dulu pernah berjaya, kini tak bisa lagi bergaya. Yang dulu pakai sepatu Bottega Venetta, jam tangan Bvlgari, parfum Moschino, atau tas Loui Vuitton. Atau Anda pasti akan banyak melihat, anak-anak sederhana yang sekarang hidupnya relatif sukses. Yang kini tinggal di sebuah rumah real estate, mobil SUV mengkilat, dan selalu liburan ke luar negeri.

“Roda hidup selalu berputar, Man! Elo gak perlu risau, gak perlu sedih. Sabar aja!”

“Tapi sampai kapan gue harus sabar?”

“Gue gak tahu sampai kapan. Tapi Tuhan pasti akan melihat, selama elo terus kerja keras, gak putus asa, gue berani jamin, roda itu pasti akan naik ke atas. Tapi pada saat di atas, elo jangan sombong,” papar Dimas.

Widi melihat ke arah pantai. Gelombang air pantai mulai pasang. Artinya, sebentar lagi hari akan senja. Matahari perlahan-lahan juga mulai turun. Namun sinar orange-nya masih menyinari gelombang air pantai itu. Sebuah tanda hidup akan berganti. Siang berganti malam, malam berganti siang, seperti roda hidup.
posted by Lab School 88 at 9:10 PM 0 comments

Golden Shake Hand

Kalau saja, Andri punya strategi hidup, pasti ia tak akan menolak kesempatan Golden Shake Hand. Ia ternyata lebih suka mengambil sikap, tetap bekerja sebagai karyawan, di perusahaan yang sudah sebelas tahun ditempati olehnya.

“Andri...Andri. Lho bego amat sih gak ambil kesempatan itu,” papar Indra.

“Enak aja, loe, bilang gue bego,” protes Andri.

“Lalu kalo gak bego, apa dong kata yang tepat buat orang seperti elo?”

“Emang gue kenapa?”

“Elo itu sudah gak ada masa depan di perusahaan tempat elo sekarang. Karir, dah mentok, gaji naiknya paling-paling cuma sepuluh sampai duapuluh persen. Padahal gua tahu, potensi elo gede banget kalo pindah kerja. Apalagi ada kesempatan golden shake hand. Come on, Man! Run before that change is over!”

Terus terang Andri bingung tujuh keliling. Barangkali ucapan Indra, ada benar. Dengan skill yang dia miliki, sisa umur produktif yang masih dia punya, seharusnya ia ambil tawaran perusahaan: “karyawan senior di atas, boleh mengambil golden shake hand”. Tapi Andri takut! Andri tak berani ambil resiko. Mau kemana kalau sudah ambil tawaran itu? What’s next?

Andri, seperti juga mayoritas karyawan kantoran, selalu tak punya rencana hidup. Setiap hari selalu disibukkan oleh setumpuk pekerjaan. Kalau tak buat laporan bulanan, outstanding yang harus dikirim ke finance, ya kirim memo sana-sini. Mereka tak punya target, sampai kapan harus menjadi pegawai? sampai kapan berhenti menunggu gaji bulanan? Begitulah metalitas pegawai! Tapi setiap orang memang punya pilihan hidup. Everyone has their own path. Masing-masing pilihan pasti berbeda, dan punya alasan. Anda ada di sisi mana? Jika perusahaan menawarkan golden shake hand, apakah Anda akan mengambil atau tetap menjadi karyawan?
posted by Lab School 88 at 9:09 PM 0 comments

Wednesday, March 7, 2007

Perawan Tua

Entah apa yang menyebabkan Tessa masih tetap sendirian. Di usianya yang sudah 37 tahun ini, ia belum meyebarkan undangan married. Boro-boro undangan married, melihat siapa pria yang menjadi teman dekatnya pun belum ada menampakkan tanda-tanda. Tak heran, Tessa sudah mendapat gelar menyedihkan: perawan tua.

Seluruh keluarga besarnya selalu bertanya-tanya kapan Tessa married. Awalnya, Tessa masih bisa berbasa-basi, menutupi “kekurangan”-nya itu. Tapi pertanyaan itu selalu muncul selama bertahun-tahun, dan itu membuat gerah Tessa. “Emang gak ada pertanyaan lain apa?” begitu ungkap Tessa dengan nada kesal, tapi dalam hati.

Gara-gara pertanyaan itu, Tessa jadi malas untuk berkumpul dengan keluarga besar. Tiap ada acara keluarga, Tessa selalu menolak hadir. Alasannya, kalau gak ada tugas mendadak dari kantor, sudah terlanjur janji dengan teman, atau lagi gak enak body. Selain ketiga alasan itu, Tessa sudah menyiapkan seribu alasan lain yang sudah siap dikeluarkannya jika kebetulan ada acara-acara keluarga. Ketidakhadiran Tessa itu membuat hubungan Tessa dengan keluarga besar, menjadi berjarak.

Gara-gara Tessa tak hadir di acara keluarga, yang ketumpuan pertanyaan giliran orangtuanya. Sebagai orangtua, tentu selalu membela putri tercinta. Mereka selalu berusaha menjaga agar citra Tessa tetap baik. Setiap pertanyaan, selalu dijawab dengan bijaksana.

Mungkin belum ada pria yang cocok,” bela orangtua Tessa. “Dalam waktu dekat, Tessa pasti akan married, kok”.

Namun kebijaksanaan orangtuanya rupanya ada batasnya, sebagaimana kesabaran mereka. Berbulan-bulan, bertahun-tahun ditanya dengan pertanyaan yang sama, membuat mereka gerah. Walhasil, orangtua Tessa juga tak pernah datang lagi ke acara keluarga, sebagaimana Tessa. Gara-gara tak hadir lagi, akhirnya mereka jadi jauh dari keluarga besar.

“Si Perawan Tua” tetap acuh. Dia tak peduli lagi pertanyaan-pertanyaan “basi” yang diajukannya, kapan married, mana calonnya, pria mana yang jadi pacarnya, dan lain sebagainya. Tessa tetap menjalani hidupnya, dengan menjadi seorang wanita picky, pemilih. Dia selalu memilih pria yang mendekatinya harus pintar, tampan, jangkung, sixs packs, dewasa, mapan, sabar, dan sifat-sifat sempurna lainnya. Siapakah kira-kira pria yang cocok untuk Tessa? (*)

posted by Lab School 88 at 8:59 PM 0 comments

Popularitas Bigos

Bukan Shanty namanya kalo gak ngomongin orang. Buat wanita ini, susah benget puasa untuk tidak membicarakan orang. Setiap hari, ada aja omongan yang keluar dari mulutnya. Rata-rata omongannya selalu negatif.

Si Tia itu kemarin baru aja putus sama si Sony. Tahu gak gara-garanya apa? Gara-gara si Tia nyeleweng sama Fredy,” kata Shanty pada Irma suatu hari.

Tahu gak? Aldo itu baru jadian sama Sabrina, lho. Menurut gue, mereka itu gak cocok banget. Aldo itu ganteng banget, tapi Sabrina biasa-biasa aja,” ungkap Shanty lain waktu pada Putri.

Buat Shanty, bergosip ria sudah menjadi menu sehari-hari. Tak ada hari tanpa gosip. Tak heran kalo Shanty mendapat cap: bigos alias biang gosip. Anehnya, walau sudah dicap seperti itu, ia tetap tak peduli. Gosip terus.

Entah darimana Shanty punya prilaku seperti itu. Kalau diamati dari silsilah keluarganya, tak ada satu orang pun yang punya kebiasaan bergosip-gosip ria. Barangkali ibu atau neneknya, atau nenek-neneknya pernah bergosip, tapi mereka tak se-bitchy Shanty. Kalau menyalahkan infotainment, kayaknya gak mungkin deh. Memang sih Shanty suka sekali menyaksikan infotainment di televisi, yang selalu berisi gosip-gosip selebriti. Tapi program itu gak bisa seratus persen dianggap sebagai biang keladi mengapa Shanty punya prilaku bergosip ria.

Gara-gara cap Bigos, Shanty banyak musuhnya. Teman-temannya tak ada yang berani mendekat. Setiap Shanty mendekat, teman-temannya berusaha menghindar. Ada yang pura-pura sibuk. Ada yang pura-pura ngobrol dengan teman. Ada yang pura-pura tidur di meja. Pokoknya sebisa mungkin mereka tak mau berhubungan dengan Shanty. Sekali berhubungan, bakalan repot.

Jalan satu-satunya untuk menyadarkan dia, ya membuat gosip tentang dia,” kata Tia memberi ide pada Faisal.

Ide Tia itu ternyata dilaksanakan Faisal. Sambil menunggu waktu yang tepat, gosip tentang Shanty berhasil dihembuskan. Bahwa Shanty sempat berselingkuh dengan anggota DPR. Apa yang terjadi ternyata di luar dugaan. Prilaku Shanty makin menjadi-jadi. Bukannya marah, Shanty semakin percaya diri. Ia merasa mendapat angin untuk menjadi populer. Dugaan Tia dan Faisal ternyata salah. Rupanya popularitas selama ini menjadi tujuan utama Shanty. (*)

posted by Lab School 88 at 8:57 PM 0 comments

HAM vs Sexual Harassment

Beberapa hari ini Rahma beda banget penampilannya. Ia selalu memakai pakaian ketat, bahkan cenderung super ketat. Dengan cara berpakaiannya itu, beberapa anggota tubuh yang sebetulnya sensitif untuk diperlihatkan, kini berani ditampilkan. Ia pun lebih suka mengenakan rok super mini. Ada yang bilang, penampilan Rahma ini gara-gara sindiran Fitri.

Elo itu sebetulnya punya body bagus,” puji Fitri sebelum mengkritik penampilan Rahma. “Tapi sayang, penampilan elo konvensional banget. Jadi jangan heran gak banyak cowok yang ngelirik elo. Coba deh elo berubah”.

Pria beruntung atas perubahan Rahma salah satunya Pandu. Buat pria berwajah mesum itu, penampilan Rahma ibarat sebuah “rezeki”. “Rezeki batin”, begitu kata Pandu pada Herman. Menurut Pandu, zaman sekarang mana ada sih pria yang “tega” untuk tidak melihat penampilan seksi seorang wanita? Bibir merah basah, belahan payudara, kemeja transparan, atau paha putih yang mulus.

Masa rezeki ditolak sih Bos?” kata Pandu lagi.

Pandu boleh menyebut “rezeki”, namun sikap Paula dan Erika beda lagi. Pemandangan aduhai yang diperlihatkan Rahma, dan kemudian pria melihat pemandangan itu dianggap sebagai sexual harassment alias pelecehan seksual. Meski sebenarnya mereka menyadari, Pandu tak seratus persen salah. Tapi sekali pelecehan seksual, tetap pelecehan seksual.

Memang tak ada aturan resmi yang melarang Rahma memakai pakaian apa saja. Asal tak telanjang, Rahma bebas berseksi-seksi ria. Bukankah tak boleh ada yang membatasi Hak Azasi Manusia (HAM)? Jika melanggar, salah-salah bisa diadukan ke Komnas HAM. Namun belakangan Rahma gerah karena teman-temanya sudah keterlaluan melakukan pelecehan seksual. Tak heran, mulai hari ini Rahma menggantungkan sebuah tulisan besar yang digantung di leher, seperti ID Card. Isi tulisan itu: “Boleh Lihat, Asal Bayar.” (*)


posted by Lab School 88 at 8:54 PM 0 comments